PEMANFAATAN ALGAE CHLORELLA PYRENOIDOSA UNTUK MENURUNKAN
TEMBAGA (Cu) PADA INDUSTRI PELAPISAN LOGAM
ABSTRAK
Ion tembaga (Cu) termasuk ion yang berbahaya
apabila dibuang ke badan air karena bersifat toksik. Pengolahan kadar Cu dapat
dilakukan dengan memanfaatkan algae. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui volume algae yang paling efektif dan efisien dalam menurunkan kadar
tembaga (Cu) limbah cair pelapisan logam.
Penelitian ini dilakukan dengan cara membuat
variasi volume algae (Chlorella
pyrenoidosa 400 ml/l, 600 ml/l, 800 mI/I
dengan waktu pengamatan 7 hari. Sampel limbah diambil sebanyak 4 liter per ember dengan jumlah ember 12
buah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (CRD)
dengan 3 kali ulangan. Analisis kandungan tembaga (Cu) dilakukan sebelum dan
sesudah pengamatan selama 7 hari di laboratorium
Hasil penelitian
menunjukkan, rata‑rata kadar tembaga (Cu) pada saat sebelum perlakuan
adalah 3,29 mg/L, rata‑rata akhir
setelah perlakuan dengan variasi volume algae Chlorella pyrenoidosa 800 ml/l
kadar tembaga (Cu) turun menjadi 0,29 mg/L, sedangkan rata‑rata efisiensi
tingkat penurunan kadar tembaga, masing‑masing perlakuan adalah 400 ml/l =
83,38 %; 600 ml/l = 88,44; 800 ml/l =
90,97 %. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif dari 3
perlakuan yang dilakukan adalah dengan variasi volume algae Chlorella pyrenoidosa 800 ml/l.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri pelapisan logam menghasilkan limbah cair yang cukup
banyak salah satunya adalah ternbaga (Cu), limbah cair pelapisan logam
dihasilkan dari proses pembersihan, pencucian, dan penyepuhan. Industri
pelapisan logam saat ini belum menggunakan pengolahan yang memadai, industri
ini hanya menggunakan bak penampung sebagai tempat pembuangan limbah sementara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan limbah industri pelapisan logam di Kota Gede
Yogyakarta ternyata mempunyai kadar tembaga (Cu) yang cukup tinggi yaitu 3,29
mg/L, pH 5,6, suhu 290 C, sedangkan baku mutu air limbah golongan I menurut
Kep.03/MENKLH/II/1991 adalah 1 mg/L. Dengan kandungan yang cukup tinggi tersebut
apabila dibuang ke perairan akan menimbulkan gangguan pada kehidupan biota air
maupun manusia itu sendiri.
Algae Chlorella
pyrenoidosa dipilih sebagai sarana penanganan limbah cair karena algae Chlorella pyrenoidosa dapat tumbuh dan
berkembang biak pada air kotor, selain Itu algae Chlorella pyrenoidosa dapat menurunkan kadar tembaga. (Cu), karena
algae mempunyai kemampuan untuk menyerap
logam-logam berat termasuk Cu dengan cara melakukan penyerapan melalui
permukaan selnya, karena adanya proses adsorpsi. Setelah itu logam diserap
masuk oleh sel algae sampai pada titik optimal, penyerapan ini dilakukan selama
7 hari.
1.2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan
masalah maka tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui volume algae yang paling efektif dalam menurunkan limbah
tembaga (Cu) pada industri pelapisan logam Kotagede Yogyakarta serta mengetahui
efisiensi penurunan kadar tembaga (Cu) oleh algae Chlorella pyrenoidosa.
1.5. Manfaat Penelitian
a.
Memberi informasi kepada industri pelapisan logam dalam pemanfaatan algae Chlorella pyrenoidosa dalam mengolah
limbah industri pelapisan logam untuk menurunkan kandungan tembaga (Cu) yang
tinggi.
b.
Diharapkan dapat menyumbangkan alternatif pilihan penurunan kadar
tembaga pada limbah cair industri pelapisan logam dengan menggunakan algae Chlorella pyrenoidosa
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proses Pelapisan Logam
Proses
pengolahan pada industri pelapisan logam (EMDI, 1994) :
a.
Pembersihan
dan pengupasan
Pada tahap awal operasi adalah mempersiapkan logam
dengan cara pembersihan dan pengupasan. Lemak dapat dihilangkan dengan
menggunakan pelarut seperti benzena, trikloroetilin, metil klorida, toluena,
dan karbon. Tetraklorida, atau larutan alkali yang mengandung natrium karbonat
kostip, sianida, borak, sabun, atau pembersih lainnya.
b.
Pengasaman
Pengasaman yaitu menghilangkan kerak dan karat dari
logam. Pengasaman ini menggunakan larutan asam sulfat atau asam hidroklorida.
c.
Pelapisan
Dalam pelapisan tanpa listrik suatu lapisan
diletakkan pada plastik atau logam dengan daya katalis atau pemindahan.
Berbagai campuran larutan digunakan tetapi paling umum adalah tembaga krom,
nikel dan seng yang dilarutkan bersama sianida asam, alkali dan fosfat
d.
Penyepuhan
Penyepuhan adalah suatu proses pengendapan satu
lapisan tipis oksida pada permukaan logam.
e.
Pembilasan
Pembilasan dapat dilakukan dalam penangas lengkap,
penangas mengalir atau pembilasan semprot.
2.2. Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia Cupprum dilambangkan dengan Cu,
unsur logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik
unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan
mempunyai bobot atom (BA) 63,546.
Unsur tambahan di alam
dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau dalam senyawa padat dalam bentuk
mineral. Dalam badan perairan laut tembaga dapat ditemukan dalam bentuk
persenyawaan ion seperti CuCO3, CuOH, dan sebagainya (Fribeg, 1977).
Tembaga
merupakan suatu unsur yang sangat penting dan berguna untuk metabolisme. Batas
konsentrasi dari unsur ini yang mempengaruhi pada air berkisar antara 1 – 5
mg/l merupakan konsentrasi tertinggi. Dalam industri, tembaga banyak digunakan
dalam industri cat, industri fungisida serta dapat digunakan sebagai katalis,
baterai elektroda, sebagai pencegah pertumbuhan lumut, turunan senyawa-senyawa
karbonat banyak digunakan sebagai pigmen dan pewarna kuningan. Tembaga berperan
khususnya dalam beberapa kegiatan seperti enzim pernapasan sebagai tirosinase
dan silokron oksidasi. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel
darah merah yang masih muda, bila kekurangan sel darah merah yang dihasilkan
akan berkurang (Heryando Palar, 1994).
2.3.
Sumber Cu
Untuk dapat masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan Cu
(tembaga) dapat masuk melalui bermacam-macam jalur dan sumber. Secara global
sumber masuknya unsur logam tembaga dalam tatanan lingkungan adalah secara
alamiah dan non ilmiah.
Secara
alamiah Cu dapat masuk ke dalam suatu lingkungan sebagai akibat dari berbagai
peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan dari
bantuan mineral. Sumber lain adalah debu, partikulat Cu yang ada dalam udara
yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan non alamiah masuk ke tatanan alamiah
akibat aktifitas manusia seperti: buangan industri, pertambahan Cu, industri
galangan kapal dan bermacam-macam aktifitas pelabuhan lainnya merupakan
aktifitas yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan
perairan. Masuknya berbagai efek samping dari aktifitas manusia ini ditentukan
oleh banyaknya yang dilakukan oleh proses daur ulang yang terjadi dalam sistem
tatanan lingkungan perairan yang merupakan efek dari aktifitas biota perairan
juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan Cu dalam badan perairan.
Biota
perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan tempat hidupnya.
Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm kematian bagi fitoplankton
kematian tersebut diakibatkan adanya racun sel fitoplankton, jenis-jenis yang
termasuk keluarga crustaceae akan mengalami kematian dalam tenggang waktru 96
jam. Bila konsentrasi Cu terlarut berada dalam kisaran 0,17 sampai 100 ppm.
Dalam tenhggang waktu yang sama biota yang tergolong ke dalam keluarga mollusca
akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan perairan dimana biota
tersebut hidup berada dalam kisaran 0,16 sampai 0,5 ppm. Konsentrasi Cu yang
berada dalam kisaran 2,5 – 3,0 ppm dalam badan perairan dapat membunuh
ikan-ikan (Heryando, Palar 1994).
2.4.
Karakteristik Chlorella pyrenoidosa
Menurut Craft dan Reynol
(1942) perkembangan dan daya tahan algae Chlorella pyrenoidosa sebagai
tumbuhan aquatik dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a.
Cahaya
matahari
b.
pH
c.
Kesediaan
mineral
d.
Kemampuan
bersaing dengan flora lain
Algae Chlorella
pyrenoidosa mempunyai habitat hidup di tempat basah atau berair.Klasifikasi algae melalui pengaruh
yang ada, dan algae Chlorella pyrenoidosa ini memiliki kloroplas
berbentuk mangkok (Ehlers dan Steel, 1979).
Pada algae Chlorella
pyrenoidosa belum ditemukan adanya organ, akar, batang maupun daun susunan
tubuh semacam itu disebut thalus sel-sel tubuh algae bersifat ekkariotik dan
didalam sitoplasma telah terdapat chlorofil, oleh karena itu algae Chlorella
pyrenoidosa bersifat autotrof. Algae jenis Chlorella pyrenoidosa
diharapkan akan menjadi sumber karbohidrat dan protein sebagai pengganti
tumbuhan tinggi.
Disamping itu Chlorella
pyrenoidosa memberi harapan yang baik untuk menjadi sumber makanan baru
(ehlers dan steel) karena:
a.
Pembiakan
cepat dalam lingkungan yang baik.
b.
Bila
ke dalam air kulturnya dimasukkan zat organik sederhana, cukup CO2
dan cahaya maka algae ini akan berfotosintesis dan selanjutnya menghasilkan
karbohidrat protein dan lemak.
c.
Karbohidrat,
protein dan lemak yang dihasilkan algae ini dapat diatur sesuai dengan
kebutuhan.
Chlorella
pyrenoidosa merupakan
ganggang hijau bersel satu yang tidak bergerak mempunyai ciri:
a.
Bentuk
sel seperti bola-bola kecil
b.
Protoplasma
berbentuk mangkok kecil
c.
Tempat
di air tawar dan air laut juga tempat-tempat basah
d.
Reproduksi
aseksual dengan membelah diri
Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan Chlorella pyrenoidosa secara garis besar terbagi menjadi dua
: (Round, 1973)
a.
Faktor
biotik
Interaksi antara organisme
itu sendiri maupun organisme yang lain yang hidup berada pada habitatnya.
b.
Faktor
abiotik
Dengan adanya cahaya yang
cukup, suhu sekitar 350 C. Selain itu algae Chlorella pyrenoidosa
merupakan ganggang hijau bersel satu yang tidak bergerak.
2.5. Pemanfaatan Algae Chlorella Pyrenoidosa
Sistem pengolahan limbah
cair dengan algae Chlorella pyrenoidosa sangat cocok bagi negara
berkembang. Karena selain biaya murah, algae Chlorella pyrenoidosa
banyak ditemukan di empang atau sawah. Mikroorganisme bersel satu ini
sebenarnya sudah cukup dikenal, selain dibudidayakan untuk makanan ikan, juga
untuk makanan bergizi. Dan sebagai pengolah limbah, algae ini sering disebut
ganggang hijau (Chlorophyceae). Tanpa disadari ganggang ini pada limbah
pabrik tapioka disitu secara alami algae telah mengurangi kadar pencemar organik.
Algae bisa dimanfaatkan
secara maksimal yaitu untuk mengolah limbah peternakan dan industri logam.
Penelitian yang berhubungan dengan pemenfaatan algae Chlorella pyrenoidosa
sudah banyak dilakukan, baik untuk mengolah air limbah maupun untuk tujuan lain.
Adapun Chlorella pyrenoidosa dipilih sebagai sarana penanganan limbah
tekstil karena Chlorella pyrenoidosa dapat tumbuh dan berkembang biak
pada air kotor (Suriawiria, 1986). Selain itu keberadaan fitoplankton terutama
algae merupakan produsen primer bagi kehidupan air, karena fitoplankton
tersebut menghasilkan oksigen dari aktifitas fotosintesis.
Sebagai mikroorganisme Chlorella
pyrenoidosa punya keterbatasan yanga lain. Chlorella pyrenoidosa
tidak bisa bekerja pada suasana basa atau pH di atas 7, selain itu kalau
kadar pencemar terlalu berat, algae ini bisa seperti Cu maksimal 18 mg/l,
sedang Cd, Cr dan Zn maksimal 10 mg/l.
2.6. Peranan Algae dalam Pengolahan
Limbah Cair
Algae merupakan jasad
fotosintesis tidak berpembuluh, mengandung klorofil dan mempunyai struktur
reproduksi yang sederhana. Algae merupakan jasad fotosintesis uniseluler,
berbentuk benang-benang tetapi ada pula yang berbentuk lain sesuai speciesnya,
ukuran mulai dari yang mikropis sampai yang sangat besar.
Menurut Kataraman (1969)
selama pertumbuhan organisme ini seluler seperti algae, tiap sel akan tumbuh ke
suatu ukuran tertentu, kemudian membelah membentuk dua sel anakan. Waktu yang
diperlukan bagi pertumbuhan satu seldi dua sel disebut waktu generasi.
Terdapat delapan faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan algae yaitu cahaya, temperatur, unsur hara dan
organik, karbon dioksida, oksigen, unsur hara organik, pengapungan,
penenggelaman dan grassing. Pertumbuhan algae dirangsang oleh nitrat dan
phosfat. Sebagian besar algae menggunakan NO3 sebagai sumber
nitrogen (Mara, 1976). Sebagian besar algae menggunakan phosfat bervariasi
antara 8,9 – 17,8 mg/ptlt dan konsekuensi yang tinggi akan menghambat
pertumbuhan (Kataraman, 1969).
Limbah organik hampir
mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan algae seperti: S, P dan
K sehingga algae dapat tumbuh subur. Tetapi unsur hara disini ada yang
berbentuk sebagai kompleks organik sehingga harus dioksidasi terlebih dahulu
menjadi bentuk anorganik yang dapat diserap sdeperti No2, NH3,
SO4 dan lain-lain. Oksidasi ini dilakukan oleh aktifitas simbiosis
algae dan bakteri. Oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi pada lapisan
aerob diperoleh melalui reaerasi pada permukaan air tetapi sebagian besar
diperoleh dari hasil fotosintesis algae yang tumbuh secara alami pada kolam
jika terdapat sinar matahari dan nutrien yang cukup.
Algae
mampu menggunakan karbondioksida sebagai sumber karbon utama untuk sintesis sel
baru dan melepaskan oksigen melalui mekanisme fotosintesis (Mara, 1976).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan
a. Tanaman algae Chlorella pyrenoidosa sebanyak 5,5 liter vang diambil dari
pembiakan dengan menggunakan plankton net.
b. 48
liter limbah cair pelapisan logam (Cu)
c. Larutan
HCL I N sebanyak 900 cc menetralisir pH.
3.2.
Cara Perlakuan Chlorella pyrenoidosa
Algae Chlorella
pyrenoidosa dibeli dari reaktor pembiyakan balai budidaya air payau Kab. Jepara dan selanjutnya ditanam pada ember II, III, IV pada
ember I dibiarkan tanpa Algae selama ± 7 hari. Untuk penanaman hanya
menggunakan air limbah, tanpa menggunakan media penyangga karena algae dapat
mengapung bebas. Disamping itu untuk menjamin bahwa penurunan tembaga hanya
oleh algae bukan oleh faktor pengendapan. Untuk pH dianalisis sebelum algae dimasukkan ke dalam ember
perlakuan.
3.3 Cara
Sampling
a. Teknik pengambilan
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik grap sample yaitu pengambilan yang
dilakukan pada waktu dan titik yang sama.
b. Cara pengambilan
Pengambilan sampel limbah cair dilakukan pada bak penampung
dengan menggunakan jerigen. Jerigen dibersihkan bagian dalamnya dengan cara
dibilas dengan menggunakan air limbah yang akan diambil. Kemudian jerigen
dimasukkan ke dalam limbah cair secara perlahan-lahan dan hindarkan terjadinya
turbulansi di dalam jerigen.
c. Waktu
Waktu pengambilan sampel dilakukan pada jam 09:00 WIB, hal ini
dilakukan karena aktivitas industri sudah berjalan.
3.4.
Prosedur Penelitian
a.
Kedua belas ember diisi dengan limbah cair masing-masing
sebanyak 4 liter.
b.
Algae Chlorella
pyrenoidosa diambil dari reaktor pembiakan di daerah Jepara Jawa Tengah
menggunakan erlenmeyer.
c.
Disaring dengan plankton net dengan berat yang diinginkan
yaitu 400 ml/l, 600 ml/l, 800 ml/l (setiap satu ml algae Chlorella pyrenoidosa mengandung 40 - 50 juta sel algae)
d.
Limbah cair diukur dulu dengan pH meter untuk mengetahui nilai
pH awal, sebelum dimasukkan ke ember.
e.
Sembilan buah ember ditanami algae Chlorella pyrenoidosa dengan perlakuan volume 400 ml/l, 600 ml/l,
800 ml/l
f. Ember I sebanyak 3 buah tidak ditanami algae Chlorella pyrenoidosa dan berfungsi
sebagai kontrol
g. Ember II
sebanyak 3 buah berisi 4 00 nil/I algae Chlorella pyrenoidosa
h. Ember III sebanyak
3 buah berisi 600 ml/l algae Chlorella
pyrenoidosa
i. Ember IV sebanyak 3 buah berisi 800 ml/l
algae Chlorefla pyrenoidosa
j. Diaduk 3 kali sehari untuk setiap ember yang
ditanami algae Chlorella pyrenoidosa
agar tidak terjadi pengendapan.
k. Pengamatan dilakukan dengan waktu 7 hari
l. Percobaan
menggunakan sistem batch dengan
pengulangan 3 kali.
3.5. Analisis Pengukuran Limbah Cair Tembaga (Cu)
a. Menyiapkan sampel Tembaga (Cu)
b. Menuangkan sampel Cu kedalam tabung reaksi dengan suhu 50C
- 300 C
c. Dilanjutkan dengan
menuangkan reagent CU-1A sebanyak 1 sendok penuh kedalam tabung sedangkan untuk reagent Cu 2A sebanyak 5 tetes.
d. Tutup dan digojok, selanjutnya
didiamkan selama 5 menit
e. Kemudian diukur dengan kertas warna.
3.6. Analisis Data
Metode analisis of varian (ANOVA)
dengan metode Completely Randomized Design (Desain acak Lengkap), dan
perhitungan efisiensi.
Untuk lengkapnya klik LINK INI!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar